Tuesday, December 19, 2006

They would do anything for pensi!

ini salah satu tulisan yang saya buat untuk tugas mata kuliah pelaporan mendalam. sengaja saya ambil tema pensi, karena paling tidak saya merasa tau tentang pensi ini. yah, gini-gini kan waktu saya sma pensi juga udah mulai booming. hehe.

Demi Kejayaan Sekolah

Segala cara dilakukan anak-anak SMA untuk memuluskan pensi. Tidak hanya panitianya, tapi juga pengunjungnya.
Ini bisa dilihat dari cerita Manajer The Upstairs yang kerap disapa Wenz Rawk. Adiknya yang masih duduk di kelas XI (kelas 2 SMA), pernah menelepon di suatu siang. Dia meminta uang kepada Wendi untuk membeli baju.
“Untuk apa beli baju?” tanya Wenz.
“Untuk datang ke pensi,” jawab adiknya.
“Loh, emangnya kamu manggung?,” tanya Wenz lagi.
“Ya enggak. Tapi kan mau pake baju baru,” jelas adiknya.
Awalnya Wenz menolak memberikan uang, tapi adiknya lebih cerdik. Dia bilang kalau saat itu dia sudah berada di distro bersama temannya. Dia juga sudah meminjam uang kepada temannya itu untuk membeli baju. Jadi, nanti Wenz harus mengganti uang tersebut.
Kejadian hampir sama juga dialami Alin. Ketika masih duduk di bangku SMA, mahasiswa Universitas Padjadjaran Bandung ini pernah pergi ke pensi bersama temannya. Dia terheran-heran melihat temannya yang sengaja pergi ke salon dulu untuk menata rambutnya sebelum datang ke pensi.
Itu baru tindakan yang dilakukan dua orang pengunjung pensi. Bisa dibayangkan kalau semua pengunjung pensi berlaku seperti itu. Lantas, bagaimana usaha panitia untuk menyukseskan pensinya? Bisa macam-macam.
Semua kesibukan rata-rata dimulai tiga bulan sebelum penyelenggaraan pensi. Di waktu itu, kepanitiaan mulai dibentuk. Dana mulai dikumpulkan, dan perizinan baru mulai diurus. Panitia harus rela meluangkan waktu belajarnya demi mengurus pensi.
“Selama dua bulan kemarin, Wisnu bukan sibuk lagi! Dia itu sampai baru pulang jam empat pagi, terus jam tujuhnya udah harus sekolah lagi,” cerita Endang Dwi Heriati.
Endang bukan hanya ibu dari Ketua PL Fair 2006 Batavia Wisnu Wardhana. Dia juga berperan sebagai penasehat dalam kepanitiaan yang dibentuk para orang tua murid SMA PL.
Bukan hanya Endang yang sibuk, Sheila Salomo juga begitu. Ibu dari salah seorang murid kelas X ini berperan sebagai koordinator Cheers PL yang akan tampil di PL Fair 2006 Batavia. Dia bahkan rela menampung anak-anak cheers ini di rumahnya selama tiga hari untuk proses karantina.
Rata-rata yang dialami anak-anak SMA ini hampir sama. Mereka harus izin dari sekolah untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pensi. Tak jarang, kalau tidak diberi izin, mereka sengaja bolos. Biaya lebih juga harus mereka keluarkan, paling tidak untuk makan dan membeli keperluan-keperluan kecil demi kebutuhan pensi. Seminggu menjelang hari H, panitia—khususnya seksi dekorasi—harus menginap di sekolah.
Kesibukan membentuk panitia di PL sudah terjadi setahun sebelumnya. Jadi, ketika panitia PL Fair 2006 bekerja, panitia untuk PL Fair 2007 sudah terbentuk. Mereka bahkan sudah mengambil ancang-ancang, tema apa yang akan mereka angkat. Regenerasi yang berkesinambungan, mungkin itu salah satu kunci kesuksesan anak-anak PL dalam menyelenggarakan acara sekolahnya.
Lain di Jakarta, lain lagi pengalaman anak-anak SMA Negeri 2 Bandung. Ketika mengadakan Annual_Encounter “Superstar” 2003, ada satu kejadian menarik yang tidak akan dilupakan anak-anak SMA Negeri 2 angkatan 2003. Kala itu, percetakan yang mereka sewa melakukan kesalahan di fliers yang mereka buat. Nama satu band bintang tamu tidak tercetak di fliers tersebut. Tidak hanya panitia, seluruh murid langsung panik. Mereka merasa tidak enak terhadap bintang tamu tersebut. Selain itu, mereka merasa nama bintang tamu itu akan menyedot banyak pengunjung. Jadi, bagaimanapun caranya, nama bintang tamu tersebut harus tercantum di fliers. Akhirnya mereka menemukan solusi. Semua anak SMA itu dikerahkan untuk menulisi fliers tersebut. Fliers yang jumlahnya ratusan itu dibagi-bagikan. Semua anak pun dengan sukarela turun tangan. Menjelang pelaksanaan pensi tersebut, kalau kita datang ke SMA yang terletak di daerah Cihampelas ini, kita akan menemukan murid SMA yang sedang menulisi fliers di mana-mana. Mulai dari di kelas, di kantin, hingga di mushola. Semua dengan kompak bekerja untuk kejayaan sekolahnya.
”Sampai sekarang saya masih inget saat-saat itu. Kayanya waktu itu, saya bisa nulisin nama band tersebut sambil merem deh. Saking udah banyaknya fliers yang saya tulisi,” cerita Anata yang saat itu duduk di kelas 3 SMA.
Demi menyedot penonton lebih banyak, panitia pun rela menganggarkan budget lebih untuk mengundang bintang tamu yang lebih tenar. Sebut saja Keith Martin. Penyanyi asal Amerika ini bahkan pernah tampil di panggung bazar SMA Negeri 5 Bandung pada 2005. Setidaknya, hal ini dilakukan untuk memenuhi anggapan bahwa sebuah pensi akan lebih sukses jika berhasil menghadirkan bintang tamu yang lebih tenar. Jauh-jauh pelantun lagu “Because of You” ini didatangkan. Bagaimana caranya anak-anak SMA ini mengundang penyanyi bertaraf internasional tersebut?
“Kebetulan anak kita punya banyak channel. Lobi-lobinya itu dia punya rekan. Waktu itu kakaknya itu punya kenalan lagi dengan orang yang mengurus Keith Martin. Jadi dia yang menghubungi ke sana. Waktu Keith Martin, dia punya masukan, ‘saya mau tampil dengan catatan, saya punya standar ukuran panggung’. Itu saja sih bedanya. Kalau masalah budget, paling ongkosnya aja yang agak mahal,” jelas Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Suhenri
Kerja keras sudah dilakukan pada persiapan acara. Lantas apa yang mereka lakukan kalau pada pelaksanaan acara, dana yang dibutuhkan belum terkumpul?
Menurut Anata, mereka akan meminjam uang dulu kepada orang tua murid. Lain halnya dengan yang dilakukan murid SMA Negeri 5 Bandung. Pada pelaksanaan bazar SMA 5 tahun 2005 lalu, mereka mengalami kesulitan dana. Bantuan yang ditawarkan alumni ditolak panitia. Alasannya, mereka sudah ada pengalokasian budget masing-masing. Kenyataannya, ketika tiba saat The Upstairs manggung, mereka urung tampil. Bayaran yang belum lunas menjadi alasannya. Padahal menurut kontrak, The Upstairs akan manggung kalau pembayaran sudah lunas. Akhirnya, selama satu jam penonton pun hanya disuguhi penampilan dua MC yang lama-lama terasa membosankan. Solusi masalah akhirnya ditemukan. The Upstairs menerima bayarannya, walaupun bukan berupa uang tunai. Mereka dibayar dengan sejumlah telepon seluler milik beberapa orang panitia. Bayangkan! panitia sampai rela merogoh kocek pribadinya demi pensi.
“Mau gimana lagi? Acara udah tanggung jalan. Daripada penonton enggak dipuasin, mendingan kita yang nanggung,” terang Ketua Bazar SMA Negeri 5 tahun 2005 Yuda Triyaksena tentang peristiwa penggadaian telepon seluler itu.
Kesungguhan anak-anak SMA membuat para pengisi acara cukup kagum. Mereka salut dengan kesungguhan dekorasi yang dibuat di panggung acara. Ada juga yang sedikit terganggu. Arian Arifin misalnya. Dia merasa latar panggung musik sebaiknya berwarna hitam saja.
“Kalau saya dari sisi pemain band, sebenarnya kurang terlalu suka dengan panggung yang terlalu artistik. Misalnya ada tema pirates of the carribean. Panggungnya dibikin ada kapal segala macem. Terus udah gitu yang main Koil. Jadi enggak keren lagi. Jadi kaya Koil adalah bagian dari kabaret. Tapi ya terserah mereka sih,” ujar vokalis Seringai1 ini.
Apa pun tanggapan orang, yang jelas mereka bekerja keras untuk itu semua. Mulai dari berjualan jaket, mencuci mobil, sampai ngamen sudi mereka lakukan. Entah semua kegiatan itu dilakukan untuk tujuan kejayaan nama sekolah, pengalaman berwiraswasta, atau kesenangan pribadi. Intinya, mereka mau melakukan apa saja.
Satu hal lagi yang membuktikan pernyataan tersebut. Adik Wenz, ketika masih duduk di kelas X pernah menawarkan dua boks minuman teh rasa buah kepada Wenz. Ketika ditanya untuk apa, sang adik menjawab: mencari dana buat pensi. Karena si adik terhitung junior, maka senior-seniornya menyuruh mereka menjual minuman tersebut. Si adik akhirnya berhasil menjual kurang lebih 100 boks minuman itu.
“Saya enggak tau dia itu marketing yang bagus atau pelajar yang dibodoh-bodohi. Tapi mereka demi kejayaan nama sekolahnya, rela untuk itu,” kenang Wenz sambil tersenyum mengingat tingkah adiknya.[Tetta]

Monday, December 18, 2006

makan enak bersama pacar


huuuuu.. dasar banci foto! tiap bentar ngajak foto-foto ajah! hehe

ini foto-foto saya sama soleh, minggu (17/12). saat itu kami abis makan di daeng tata, rumah makan makassar di daerah setiabudi (depan enhai). menurut rekomendasi teman saya, makanan di sini sangat enak. dan ternyata itu bukan isapan jempol belaka. iga bakarnya ENAK BANGET! must try food tuh! hehe. abis makan, kami berfoto memanfaatkan kaca panjang yang ada di depan kami. cat yang bagus, cahaya yang cukup, angle yang oke, dan (tentunya) kami yang sangat keren walhasil membuahkan foto-foto berikut ini. enjoy!

lama sesudah masa itu..

sebenernya, udah lama saya punya account di multiply. dari tahun 2004 kurang lebih. dulu, ada teman yang meng-invite saya, lantas saya approve-approve saja. padahal waktu itu saya tidak tahu apa itu multiply. friendster aja baru selesai dipahami. jadi, baru sekaranglah account multiply saya update lagi.

akhirnya....
beberapa tahun lewat
multiply ini terbarui juga
(walau--tetep--saya kurang paham tentang multiply hehe)

Photo Album 2006-12-19